Setelah bencana tsunami Aceh dan Sumatera Utara tahun 2004, di Indonesia dipasang sistem peringatan dini tsunami dengan bantuan dana dari Jerman dan di bawah koordinasi pusat penelitian geologi Geoforschungszentrums (GFZ) di Potsdam. Anggota tim ahli Jerman yang turut membangun sistem itu, Jörn Lauterjung mengatakan dalam wawancara dengan DW, sistemnya berfungsi.
Deutsche Welle: "Dr. Jörn Lauterjung, jurubicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Indonesia mengatakan, sistem peringatan dini tsunami yang turut Anda bangun sudah tidak berfungsi sejak 2012, karena masalah dana. Apakah sistemnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya?
Jörn Lauterjung:
Sistemnya berfungsi sesuai rencana dan sudah dioperasikan sejak lama. Lima menit setelah gempa (di Sulawesi Tengah), pusat pemantauan di Jakarta mengeluarkan peringatan tsunami, bahwa ada ancaman tsunami setinggi 30 centimeter sampai 3 meter. Mungkin yang dimaksud pejabat Indonesia itu adalah sistem dengan buoy di tengah laut.Buoy ini di masa lalu memang sering rusak tertabrak perahu nelayan. Apakah sistemnya masih bisa mengeluarkan peringatan untuk kawasan-kawasan yang terancam?
Karena dulu memang sering ditemukan rusak, kami sudah memutuskan untuk tidak mengoperasikan buoy-buoy itu lagi. Tapi sistemnya berfungsi, juga tanpa buoy, karena kami selama menjalankan proyek ini sudah punya cukup banyak pengalaman. Saat ini kami sudah bisa mengukur gerakan-gerakan vertikal di dasar laut melalui stasiun-stasiun GPS yang dipasang di darat. Itu berfungsi sama baiknya.
Instansi terkait di Indonesia mengeluarkan peringatan dini tsunami, namun memcabutnya lagi setelah kira-kira setengah jam. Apa itu sesuai prosedurnya?
Menurut prosedur internasional yang kami sepakati bersama dalam kasus seperti itu, sebenarnya peringatan tsunami harus berlangsung paling sedikit selama dua jam. Tapi dalam kasus ini, pembatalan peringatan tsunami oleh instansi terkait di Indonesia, yaitu BMKG, sebenarnya tidak memainkan peran lagi, karena menurut informasi yang ada, gelombang tsunami saat itu sudah berlalu. Gempa bumi terjadi sekitar pukul 18. Lalu peringatan tsunami dikeluarkan pukul 18.07. Sedangkan gelombang tsunami melanda palu pukul 18.25. Peringatan tsunami dicabut sekitar pukul 18.36.
Berarti, sebenarnya ada peringatan kepada penduduk tentang tsunami?
Ya, peringatan itu disampaikan kepada pemerintahan setempat dan semua instansi yang dengan penanggulangan bencana pada tingkat lokal. Lalu mereka yang seharusnya menyebarkan peringatan secepatnya kepada masyarakat lokal. Dari berita-berita media disebutkan, penduduk tidak menerima peringatan itu. Apa sebabnya, saya tidak mampu mengatakan, sebab sejujurnya, terlalu sedikit informasi untuk menilai apa yang sebenarnya terjadi saat itu.
Mungkinkah infrastruktur untuk penyebaran informasi di kawasan pantai tidak ada, sehingga peringatan tsunami tidak bisa langsung disampaikan kepada penduduk setempat?
Ya mungkin saja, karena misalnya jaringan listrik mati setelah gempa sebelumnya. Lalu jaringan listrik darurat tidak berfungsi, atau ada alasan lain. Saya tidak punya informasi, tentang apa yang terjadi di lokasi saat itu. Tentu saja bisa dimengerti, kalau orang-orang di Indonesia saat ini punya masalah lain, daripada menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Jerman. Tapi yang jelas, peringatan tsunami sampai ke pemerintahan lokal dan lembaga-lembaga terkait. Apa yang kemudian terjadi, kami tidak tahu.
http://www.tribunnews.com/internasional/2018/10/03/ahli-geofisika-jerman-sistem-peringatan-dini-tsunami-di-indonesia-berfungsi-dan-sudah-digunakan
No comments:
Post a Comment